Pemilihan umum serentak tahun 2024 di Indonesia menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk menentukan pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Namun, momentum ini juga kerap diwarnai oleh praktik politik yang sarat dengan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) serta politik identitas. Hal tersebut memunculkan berbagai dampak negatif yang dapat mengancam persatuan dan keutuhan bangsa. Bahaya isu SARA dan politik identitas saat pemilu serentak 2024 harus mendapat perhatian serius agar kedamaian dan keadilan dapat terjaga.
Isu SARA dan politik identitas memiliki potensi yang sangat merugikan dalam konteks pemilu serentak 2024. Saat isu SARA dan politik identitas menjadi bahan kampanye, hal tersebut dapat memicu polarisasi dan konflik antar kelompok masyarakat. Perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan yang seharusnya menjadi kekayaan bangsa justru dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat. Ketika hal ini terjadi, hubungan antarwarga masyarakat menjadi tegang dan terancam, bahkan berpotensi memecah belah persatuan bangsa.
Selain itu, isu SARA dan politik identitas juga berpotensi untuk mengaburkan fokus pada isu substansial dan kebijakan yang penting bagi pembangunan negara. Ketika kampanye politik semakin banyak diwarnai oleh retorika SARA dan politik identitas, perdebatan publik menjadi terkonsentrasi pada perbedaan-perbedaan tersebut daripada pada substansi program kerja calon pemimpin. Hal ini menghambat perdebatan yang seharusnya sehat dan konstruktif mengenai masalah-masalah nyata yang dihadapi oleh masyarakat.
Dampak negatif lainnya dari isu SARA dan politik identitas adalah terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap pembangunan demokrasi yang berkeadilan dan damai. Ketika politik identitas menjadi lebih dominan, masyarakat dapat menjadi skeptis terhadap proses politik dan pemilihan umum. Hal ini dapat berdampak pada partisipasi masyarakat dalam pemilu, dimana tingginya tingkat golput dapat mengancam legitimasi pemerintahan yang terpilih.
Untuk itu, langkah konkret perlu diambil untuk mengurangi bahaya isu SARA dan politik identitas saat pemilu serentak 2024. Pertama-tama, partai politik dan calon pemimpin harus memprioritaskan pembangunan dialog yang inklusif dan mengedepankan isu-isu substansial. Dengan demikian, politik identitas tidak lagi mendominasi, dan masyarakat dapat fokus pada visi, misi, dan program kerja para calon pemimpin.
Selain itu, peran media massa dan platform digital juga sangat krusial dalam mengurangi bahaya isu SARA dan politik identitas. Media massa memiliki tanggung jawab besar untuk tidak menyebarluaskan retorika politik berbasis SARA dan politik identitas, serta mendukung penyajian informasi yang seimbang dan konstruktif. Platform digital juga perlu meningkatkan pemantauan terhadap konten-konten yang bersifat provokatif dan merugikan, sehingga dapat mengurangi penyebaran pesan-pesan yang memecah belah.
Pemilu serentak 2024 harus menjadi momentum penting bagi Indonesia dalam membangun suasana politik yang damai, bersih dari isu SARA dan politik identitas yang merusak. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menekan bahaya isu SARA dan politik identitas dengan menjadi pemilih yang cerdas dan kritis, serta menolak praktik politik yang memanfaatkan perbedaan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan.
Dengan menjaga agar isu SARA dan politik identitas tidak merajalela dalam pemilu serentak 2024, kita dapat memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan baik dan hasilnya dapat mencerminkan kehendak dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia.